Demo Kelompok Cipayung Plus Di DPRDSU
Metro Khatulistiwa
Online,Medan
Ratusan orang berbendera Kelompok
Cipayung Plus menyesalkan kondisi kekinian pemerintahan Provinsi Sumatera Utara
(Sumut) yang masuk kategori terkorup ke-2 se-Indonesia berdasarkan data yang
dilansir Indonesia Corruption Watch (ICW) baru-baru ini. Kekesalan itu pun
dilampiaskan dengan aksi unjukrasa di kantor Gubsu dan gedung Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), Senin siang (3/6/2013). Jalan Imam
Bonjol No 5 Medan,
Elemen Organisasi Kemasyarakatan
Pemuda (OKP) berbasis Nasional seperti Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Himpunan Mahasiswa Alwasliyah (Himmah).
Massa tiba pukul 13.45 WIB setelah sebelumnya berunjukrasa di kantor Gubsu
Jalan Diponegoro Medan.
Massa berkumpul di pagar depan
gedung DPRDSU, beberapa pengunjukrasa langsung beringas tatkala melihat pintu
gerbang terkuncu rapat. "Kami bukan penjahat, buka pintu gerbang
ini," teriak salah satu demonstran. Pada saat berikut, massa mulai
menerobos masuk dengan memaksa membuka pintu gerbang.
Polisi dan petugas keamanan DPRDSU
tidak diam saja namun memantau gelagat mereka di pintu kembali ditahan tertutup
sehingga aksi saling dorong pun tak terelakkan. Drama saling dorong dan
tolak-tolakan pintu sempat terjadi sekira 5 Menit. Kondisi ini akhirnya
memancing kedua belah pihak emosi dan saling hujat. Tapi untung saja bentrokan
yang nyaris pecah itu tidak terjadi. Massa Kelompok Cipayung Plus hanya
bertahan di luar pagar sambil terus berorasi.
Ruben Panggabean, dalam orasinya
membeberkan, mengacu data Lembaga Transparansi Internasional tahun 2013, saat
ini Indonesia memasuki peringkat 118 dari 176 negara terkorup di dunia.
Sedangkan berdasarkan data ICW, katanya, Provinsi Sumut menjadi juara II
terkorup di Indonesia. "Kami mau ketemu Ketua DPRDSU Saleh Bangun agar
bisa mendengar aspirasi kami soal korupsi yang mengganas dilakukan oknum aparat
dan pejabat di Sumut ini. Lihat itu persoalan dana Bantuan Daerah Bawahan
(BDB), dana Bantuan Sosial (Bansos) serta Dana Bagi Hasil (DBH). Belum lagi
korupsi proyek pembangunan lainnya yang merajalela pada berbagai instansi
Pemerintahan Sumut," cetus Ruben.
Oleh sebab itu, lanjutnya, sebelum
Gatot Pujo Nugroho, ST, dilantik sebagai Gubsu tanggal 17 Juni 2013, berbagai
kasus dugaan korupsi di Pemprovsu harus diselesaikan. Bila tidak, Kelompok
Cipayung Plus disebutnya menolak pelantikan Gatot sebagai Gubsu. "Makanya
kami mau mendengar suara Saleh Bangun terkait korupsi di Sumut. Kita tidak mau
dibodoh-bodohi oknum aparat dan pejabat yang korup sehingga citra Sumut sebagai
provinsi jadi sangat jelek di Indonesia," sesalnya, sembari meminta DPRDSU
menggunakan Hak Interpelasi kepada Gubsu.
Fraksi PKS DPRDSU Drs H Raudin Purba menemui
pengunjukrasa di hadapan demonstran, anggota Komisi A itu berjanji akan
mendorong 100 anggota DPRDSU menyikapi masalah korupsi. "Saya sendiri
tidak bisa berbuat apa-apa. Karena lembaga ini bersifat kolegial dan kolektif.
Aspirasi adek-adek akan saya tampung dan sampaikan kepada pimpinan,"
ungkap Raudin namun demonstran tidak
puas.
Pendemo meminta Raudin sebagai anggota DPRDSU
mengajukan usulan Hak Interpelasi. "Kami minta kinerja serius DPRDSU
menuntaskan korupsi, khususnya Fraksi PKS," imbau pengunjukrasa. Setelah
Raudin meninggalkan massa, aksi dorong-dorongan antara demonstran dan polisi
kembali terjadi. Pengunjukrasa yang kurang puas kembali memaksa masuk ke
halaman DPRDSU untuk menemui Saleh Bangun. Namun lagi-lagi kericuhan yang
nyaris bentrok, itu tak kunjung terjadi. Apalagi sekira 20 polisi anti huru
hara tampak diturunkan ke halaman DPRDSU dengan seragam lengkap dan rotan di
tangan. Massa Kelompok Cipayung Plus akhirnya membubarkan diri pukul 15.00 WIB
setelah terlebih dahulu memaksa Humas DPRDSU mengirimkan faksimile aspirasi ke
kantor Presiden RI dan Mendagri terkait permintaan pembatalan pelantikan Gubsu
Gatot Pujo Nugroho, ST, tanggal 17 Juni 2013 karena disebut-sebut terindikasi
praktik korupsi. (Hisar Pardede)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar