Murniati Sinaga SPd: Fenomena Kritik Bagi Guru
Medan, Fenomena kritik yang dilontarkan di tengah masyarakat terhadap keberadaan guru, yang terkesan ‘tidakberdaya’ menghadapi derasnya arus globalisasi termasuk ide-ide ideal yang disampaikan baik dari pemerintah, DPR, akademisi, LSM (Lembaga Swadaya masyarakat) maupun kalangan lainnya, diakuinya karena, “Masih adanya guru yang lebih senang menggunakan suatu produk pembelajaran yang bersifat ’instan’ daripada berlatih mendesain sendiri, karena hal tersebut sebagai bukti belum teraktualisasinya kompetensi guru.”
Menanggapi fenomena ini Murniati Sinaga SPd Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 060882 di Jln Abdullah Lubis Medan, Sabtu, (5/10) kepada Media Rakyat menjelaskan, “Masih adanya guru yang lebih senang dan bangga menjadi satu-satunya sumber belajar tanpa berpikir perlunya berinteraksi dengan ’makhluk’ lain selain dirinya. Menjadi pewarta materi dengan peserta didik yang duduk senang tanpa ‘perlawanan’, juga menjadi kebanggaannya. Padahal keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran merupakan conditio sine qua non atau mutlak dilakukan.” Demikian ungkap Murniati
Selanjutnya dituturkan Murniati, “Masih adanya guru yang lebih senang menggunakan ’ancaman’ untuk mengingatkan peserta didik daripada menerapkan teknik-teknik profesionalnya saat dididik menjadi guru sebelumnya. Padahal guru sudah mempelajari kaedah dan teori pemberian reward dan memahami bahwa memberikan reward bagi peserta didik merupakan kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan dan menjadi bagian yang utuh dalam proses pembelajaran, juga terlihat adanya guru yang masih asing bahkan sinis terhadap inovasi tapi suka menganggukkan kepala tanda setuju tanpa memikirkan secara mendalam makna anggukan kepala tersebut. Gurupun terlihat ’kebingungan’ ketika datang suatu perubahan tanpa mencerna terlebih dahulu makna perubahan tersebut,” tutur Murniati
“Masih adanya guru yang lebih senang menyimpan alat peraga secara rapi di lemari daripada memanfaatkan alat tersebut guna kepentingan proses pembelajaran. Padahal guru sudah belajar tentang teori perkembangan kognitifnya Piaget dan telah memahami sejak dari dulunya, bahwa pembelajaran dengan alat peraga lebih bermakna daripada pembelajaran tanpa alat peraga, dan masih adanya guru yang tidak mau belajar membuat karya ilmiah dan lebih senang dengan pilihan golongan kepegawaiannya tetap di IVA, sehingga merasa ”bebas administrasi”. Ada juga guru yang senang menggunakan peserta didiknya sebagai objek ’les privat’ dengan memberikan perhatian khusus bagi peserta didik yang mengikuti les privatnya,” jelasnya lagi
Kondisi-kondisi tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari guru itu sendiri dan faktor lainnya yang berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut, antara lain :
Kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya menaikkan tingkat profesionalitasnya, sebab bertambah atau tidaknya pengetahuan serta kemampuan dalam melaksanakan tugas rutin dianggap tidak berpengaruh langsung terhadap pendapatan yang diperolehnya.
Penghasilan yang diperoleh guru masih belum mampu memenuhi hidup harian keluarga secara mencukupi, meskipun sudah ada upaya pemerintah untuk menaikkan penghasilan guru dengan program peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru karena pemerintah telah ‘menjanjikan’ akan menaikkan gaji guru dan dosen hingga 300 persen, dengan berbagai persyaratan harus memenuhi kompetensi dan sertifikasi,
Terkait Pembelajaran perlu dirancang dan dilaksanakan dengan memperhatikan konteks siswa (akademis, spiritual, psikis, fisik, budaya, ekonomis mengajak siswa masuk ke dalam pengalaman belajar, baik langsung maupun tidak langsung. Belajar di sini bukan hanya menyangkut aktivitas otak atau pikiran (kognitif), tetapi juga melibatkan seluruh pribadi, perasaan, dan kemauan (afektif). Belajar perlu melibatkan dimensi afektif dengan mencoba merasakan dan mengalami kebenaran yang diperolehnya mengajak siswa berefleksi untuk menemukan maksud, tujuan, nilai, makna, dan manfaat dari pengalaman belajar. Refleksi ini amat penting karena akan meningkatkan perkembangan dalam bidang emosi, pengetahuan, rasa sosial, kerohanian, melaksanakan apa yang disadari dalam refleksi sebagai baik, benar, dan bermanfaat dalam perbuatan nyata. Aksi menunjukkan pertumbuhan batin seorang siswa berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan, kemudian dimanifestasikan secara lahiriah dalam perbuatan, melaksanakan evaluasi (tes) untuk mengukur/melihat keberhasilan akademis siswa dalam belajar, Kecuali bidang akademik, yang perlu dievaluasi adalah perkembangan kepribadian siswa
Sementara pengakuan Murniati kalau di SDN 060882 mudah-mudahan belum ada karena kita terus memonitoringnya dan saya hadir setiap saat memberikan arahan dalam brifing untuk memajukan sekolah ini namun karena siswanya semakin tahun semakin berkurang karena pengaruh di tengah kota Medan dan pengaruh Keluarga Berencana (KB), imbuh Murniati Sinaga SPd (Herry/Salomo)